Sabtu, 28 April 2012

GANGGUAN AMNESTIK


    
1.  PENGERTIAN
Menurut Mark Dumark ( 2006 : 333 ) menyatakan bahwa gangguan amnestik adalah kemunduran dalam kemampuan mentransfer informasi dari ingatan jangka pendek ke ingatan jangka panjang, tanpa adanya gejala-gejala demensia lain, sebagai akibat trauma kepala atau penyalahgunaan obat.
Sedangkan menurut Jeffrey S. Nevid ( 2003 : 184 ) menyatakan bahwa gangguan amnestik adalah gangguan ingatan yang dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk mempelajari materi baru atau mengingat kembali peristiwa-peristiwa masa lalu.
Gangguan amnestik adalah perkembangan gangguan daya ingat yang ditandai oleh gangguan padas kemampuan untuk mempelajari informasi baru (amnesia anterograd) dan ketidakmampuan untuk mengingat pengetahuan yang sebelumnya diingat (amnesia retrograd).
Periode waktu dimana pasien terjadi amnesia kemungkinan dimulai langsung pada saat trauma atau beberapa saat sebelum trauma. Ingatan tentang waktu saat gangguan fisik mungkin juga hilang. Daya ingat jangka pendek (short-term memory) dan daya ingat baru saja (recent memory) biasanya terganggu. Daya ingat jangka jauh (remote post memory) untuk informasi atau yang dipelajari secara mendalam (overlearned) seperti pengalaman maka anak-anak adalah baik, tetapi daya ingat untuk peristiwa yang kurang lama ( Iewat dart 10 tahun) adalah terganggu.
Gangguan amnestik ditandai terutama oleh gejala tunggal suatu gangguan daya ingat yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan. Diagnosis gangguan amnestik tidak dapat dibuat jika mempunyai tanda lain dari gangguan kognitif, seperti yang terlihat pada demensia, atau jika mempunyai gangguan perhatian (attention) atau kesadaran, seperti yang terlihat pada delirium.
2.      PENYEBAB :
1)      Kondisi medis sistemik : yaitu ( Defisiensi tiamin (Sindroma Korsakoff) dan Hipoglikemia).
2)      Kondisi otak primer, seperti :
  1. Kejang
  2. Trauma kepala (tertutup dan tembus)
  3. Tumor serebrovaskular (terutama thalamik dan lobus temporalis)
  4. Prosedur bedah pada otak
  5. Ensefalitis karena herpes simpleks
  6. Hipoksia (terutama usaha pencekikan yang tidak mematikan dan keracunan karbonmonoksida)
  7. Amnesia global transien
  8. Terapi elektrokonvulsif
  9. Sklerosis multiple
3). Penyebab berhubungan dengan zat
a)      Gangguan pengguanan alcohol
b)      Neurotoksin
c)      Benzodiazepin (dan sedatif- hipnotik lain)
d)     Banyak preparat yang dijual bebas.
4). efek-efek jangka panjang.
5). adanya gangguan kognitif, yaitu hendaya signifikan dalam fungsi sosial dan okupasional.
6). kerusakan pada tatamus ( sebuah daerah kecil yang terletak jauh di otak yang bertindak sebagai stasiun pemancar bagi informasi yang berasal dari banyak bagian yang terdapat di otak ).

3.      AKIBAT :
a)      Ketidakmampuan untuk mempelajari informasi atau mengingat informasi yang telah di pelajari sebelumnya.
b)      Kerusakan tatamus mengakibatkan stoke yang berakibat kerusakan vaskuler.
c)      Terjadinya penurunan dibanding tingkat sebelumnya.
d)     Penurunan fungsi ingatan secara dramatis yang tidak berhubungan dengan keadaan delirium atau demensia.
e)      Ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru (defisit ingatan jangka pendek) atau untuk mengingat kembali informasi yang sebelumnya dapat diakses atau kejadian – kejadian masa lalu dari kehidupan seseorang (defisit ingatan jangka panjang).
f)       Hendaya signifikan dalam fungsi yang mempresentasikan terjadinya penurunan disbanding tingkat sebelumnya.
4.      PENGOBATAN
Pendekatan utama adalah mengobati penyebab dasar dari gangguan amnestik Setelah resolusi episode amnestik, suatu jenis psikoterapi (sebagai contohnya, kognitif, psikodinamika, atau suportif dapat membantu pasien menerima pangalaman amnestik kedalam kehidupannya.

Rabu, 25 April 2012

Gangguan Kepribadian Antisosial

Para peneliti telah gagasan mereka sendiri tentang penyebab ASP’s. Satu teori menyatakan bahwa kelainan dalam perkembangan sistem saraf dapat menyebabkan ASP. Kelainan yang menyarankan pengembangan sistem saraf yang abnormal termasuk gangguan belajar, mengompol gigih dan hiperaktivitas.
Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa jika ibu merokok selama kehamilan, keturunan mereka pada risiko mengembangkan perilaku antisosial. Hal ini menunjukkan bahwa merokok membawa menurunkan tingkat oksigen dengan mungkin dihasilkan dalam cedera otak halus untuk janin.
Namun teori lain menunjukkan bahwa orang dengan ASP memerlukan input sensorik yang lebih besar untuk fungsi otak normal. Bukti bahwa antisocials telah beristirahat rendah denyut nadi dan konduktansi kulit rendah, dan menunjukkan penurunan amplitudo pada ukuran otak tertentu mendukung teori ini. Individu dengan gairah rendah kronis dapat mencari berpotensi berbahaya atau berisiko situasi untuk meningkatkan gairah mereka ke tingkat yang lebih optimal untuk memuaskan keinginan mereka untuk kesenangan.
Pencitraan otak telah juga menyatakan bahwa fungsi otak abnormal merupakan penyebab perilaku antisosial. Demikian pula, neurotransmiter serotonin telah dikaitkan dengan perilaku impulsif dan agresif. Kedua lobus temporal dan korteks prefrontal membantu mengatur suasana hati dan perilaku. Bisa jadi perilaku impulsif atau kurang terkontrol berasal dari kelainan fungsional dalam kadar serotonin atau di wilayah otak.
Lingkungan
Sosial dan lingkungan rumah juga berperan dalam menunjang perkembangan perilaku antisosial. Orang tua dari anak-anak bermasalah sering menunjukkan tingkat tinggi perilaku antisosial sendiri. Dalam satu penelitian besar, orang tua anak laki-laki lebih sering bermasalah alkohol atau pidana, dan rumah mereka sering terganggu oleh perceraian, perpisahan atau tidak adanya orangtua.
Dalam kasus anak asuh dan adopsi, merampas seorang anak muda dari ikatan emosional yang signifikan dapat merusak kemampuannya untuk membentuk hubungan intim dan percaya, yang mungkin menjelaskan mengapa beberapa anak yang diadopsi cenderung untuk mengembangkan ASP. Sebagai anak-anak muda, mereka mungkin lebih cenderung bergerak dari satu pengasuh ke yang lain sebelum adopsi akhir, sehingga gagal untuk mengembangkan lampiran emosi yang tepat atau mempertahankan angka dewasa.
Disiplin tidak menentu atau tidak patut dan pengawasan yang tidak memadai telah dikaitkan dengan perilaku antisosial pada anak-anak. Melibatkan orang tua cenderung untuk memonitor perilaku anak, menetapkan aturan dan melihat bahwa mereka mematuhi, memeriksa keberadaan anak, dan mengarahkan mereka dari teman-teman bermain bermasalah. pengawasan yang baik adalah kurang cenderung di rumah-rumah yang rusak karena orang tua mungkin tidak tersedia, dan orang tua sering antisosial kurangnya motivasi untuk mengawasi anak-anak mereka. Pentingnya pengawasan orangtua juga ditekankan ketika antisocials tumbuh dalam keluarga besar dimana setiap anak kurang mendapat perhatian secara proporsional.
Seorang anak yang tumbuh di sebuah rumah terganggu dapat memasukkan orang dewasa di dunia terluka secara emosional. Tanpa memiliki ikatan yang kuat dikembangkan, dia egois dan tidak peduli kepada orang lain. Kurangnya disiplin hasil konsisten dalam hal kecil untuk aturan dan menunda kepuasan. Dia tidak memiliki model peran yang tepat dan belajar untuk menggunakan agresi untuk memecahkan perselisihan. Dia gagal untuk mengembangkan empati dan kepedulian bagi orang-orang di sekitarnya.
Antisosial anak-anak cenderung memilih teman bermain dengan ana yang sama. Pola dasar biasanya berkembang selama tahun-tahun sekolah dasar, ketika rekan kelompok penerimaan dan perlu menjadi bagian pertama menjadi penting. anak agresif adalah yang paling mungkin akan ditolak oleh rekan-rekan mereka, dan penolakan ini mendorong orang buangan sosial untuk membentuk ikatan dengan satu sama lain. Hubungan ini dapat mendorong dan pahala agresi dan perilaku antisosial lainnya. Asosiasi tersebut kemudian dapat mengakibatkan keanggotaan geng.
Penyalahgunaan Anak juga telah dikaitkan dengan perilaku antisosial. Orang dengan ASP lebih mungkin daripada yang lain telah disalahgunakan sebagai anak-anak. Hal ini tidak mengherankan karena banyak dari mereka tumbuh dengan orang tua antisosial lalai dan kadang-kadang kekerasan. Dalam banyak kasus, pelecehan perilaku belajar menjadi orang dewasa yang sebelumnya disiksa mengabadikan dengan anak-anak mereka sendiri.
Telah dikemukakan bahwa pelecehan awal (seperti gemetar penuh semangat anak) adalah sangat berbahaya, karena dapat mengakibatkan cedera otak. Trauma kejadian dapat mengganggu perkembangan normal sistem saraf pusat, sebuah proses yang berlanjut selama bertahun-tahun remaja. Dengan memicu pelepasan hormon dan bahan kimia otak lainnya, peristiwa stress dapat mengubah pola perkembangan normal.
1) Kasus 1 : Gangguan Kepribadian Anti Sosial
a. Pendekatan / Raport
Terapis berusaha membuat klien nyaman dengan memulai pertanyaan-pertanyaan luas dan umum seperti menanyai nama klien, kondisi klien saat itu apakah klien dalam kondisi dengan kesehatan yang baik atau tidak ataupun pertanyaan tentang minat atau hobi klien.
b. Menggali informasi subjek / Anamnesa
Setelah klien cukup nyaman berbincang dengan terapis maka terapis dapat memulai bertanya tentang alasan klien bertemu dengan terapis. Jika klien langsung mengutarakan apa yang selama ini ia perbuat yaitu melakukan sesuatu yang berulang-ulang terutama dalam melakukan pembersihan diri maka terapis dapat memulai pertanyaan-pertanyaan terbuka secara mendalam tentang pikiran dan perilakunya yang berulang-ulang yang tersusun dalam pedoman wawancara serta recorder untuk merekam informasi yang dikatakan subjek.
c. Memilih terapi yang tepat
Berdasarkan dari informasi yang diutarakan klien, maka dapat diketahui bahwa klien mengalami Gangguan kepribadian anti sosial dimana penderita kurang patuh terhadap norma social dan peraturan hukum, ditunjukkan dengan perilaku melanggar hukum yang dapat atau tidak dapat mengakibatkan penahanan. Maka terapi yang diharapkan tepat untuk klien yaitu Client Centered Teraphy.
d. Pelaksanaan terapi
Terapis membutuhkan ruangan yang nyaman dan tidak bising. Untuk mencapai pemahaman klien terhadap permasalahan yang dihadapinya maka dalam diri terapis diperlukan beberapa persyaratan antara lain yaitu empati, rapport dan ikhlas. Tugas terapis adalah untuk mempermudah proses pemecahan masalah klien, dalam hal ini yaitu gangguan kepribadian anti sosial.
Empati adalah kemampuan memahami perasaan yang dapat mengungkapkan keadaan klien dan kemampuan mengkomunikasikan pemahaman ini terhadap klien. Terapi berusaha agar masalah yang dihadapi klien dipandang dari sudut klien sendiri, jadi terapis mengerti perasaan ketika anti sosial terjadi pada klien. Rapport adalah menerima klien dengan tulus sebagaimana adanya, termasuk pengakuan bahwa klien tersebut memiliki kemampuan untuk terlibat secara konstruktif dengan masalahnya, jadi terapis dapat menerima anti sosial klien yang irrasional. Ikhlas dalam arti sifat terbuka, jujur dan tidak berpura-pura atau bertindak di balik topeng profesinya, jadi terapis menerima klien sebagaimana adanya.
Maka dari ketiga hal diatas, terdapat jaminan bahwa masalah yang dihadapi klien dapat dijamin kerahasiaannya serta adanya kebebasan bagi klien untuk kembali lagi berkonsultasi atau tidak sama sekali jika klien sudah dapat memahami permasalahannya sendiri.
e. Controlling
Pengawasan dilakukan setelah terapi berakhir, sehingga terapis dapat melihat kemampuan klien untuk mempraktikan apa yang diterimanya selama terapi.
f. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir yang berurutan dan sistematis dimana terapis dapat mengutarakan kepada klien melalui record yang telah dicatat sebelumnya mengenai kemajuan apa saja yang klien telah capai dan hal apa saja yang harus diperbaiki klien.
Evaluasi dilakukan dalam tahapan yang sistematis, seperti berikut :
1. Harapan awal : klien tidak melakukan hal-hal yang melanggar hukum dan melanggar norma yang berlaku
2. Saat terapi dilakukan, klien merasa nyaman sehingga ia mampu menjadi dirinya sendiri dan ketika anti sosial muncul, ia dapat mengontrolnya dengan bantuan terapis.
3. Setelah terapi berakhir, klien dapat menguasai dirinya secra penuh sehingga ia tidak lagi memikirkan dan melakukan hal yang melanggar hukum seperti mencuri, merampok, berkelahi dan lain-lain
Tanda-tanda Gangguan Kepribadian Antisosial adalah :
  • Bersikap tidak perduli dengan perasaan orang lain, kacau, sadistik, dan ugal-ugalan.
  • Sikap yang amat tidak bertanggung jawab dan menetap, dan tidak perduli terhadap norma, peraturan, dan kewajiban sosial.
  • Tidak mampu untuk mempertahankan hubungan agar berlangsung lama, meskipun tidak ada kesulitan untuk mengembangkannya.
  • Mudah frustasi dan bertindak agresif, termasuk tindak kekerasan.
  • Tidak mampu untuk menerima kesalahan dan belajar dari pengalaman, terutama dari hukuman.
  • Sangat cenderung untuk menyalahkan orang lain, atau menawarkan rasionalisasi yang dapat diterima, untuk perilaku yang telah membawa penderita dalam konflik sosial.
Termasuk : Kepribadian Amoral, Asosial, Psikopatik dan Sosiopatik.
Tidak termasuk : Gangguan Tingkah Laku, Gangguan Kepribadian Emosional Tidak Stabil.

Psikodinamika Gangguan Kepribadian Antisosial
Penyebab dari gangguan ini selalu dimulai dengan tidak adanya cinta orang tua yang akan mengarahkan pada tidak adanya kepercayaan (lack of basic trust), kemudian menjadi gejala antisosial yang melalui suatu proses pembelajaran (reinforcement). Pada penderita ditemukan tingkat kecemasan yang rendah, sehingga mereka lebih berani mengambil resiko dan sesuatu yang menggetarkan.

Pengobatan Gangguan Kepribadian Antisosial

Sekitar 25% seluruh penderita Gangguan Kepribadian Antisosial mendapat pengobatan, tetapi tidak ada yang efektif. Problem utama dari pengobatan adalah bahwa pasien tidak merasa bersalah dan tidak ada keinginan untuk berubah.

Beberapa terapi perilaku mencoba untuk mengarahkan penderita dengan mengandalkan pada isu moral dalam pengobatan, dan dicoba untuk membuat komunikasi terapoitik, tetapi hingga saat ini tidak ada atau sedikit hasilnya.